Wamena, Adhyaksanews. -- --Adhyaksanews.id — Pengadilan Negeri (PN) Wamena menyatakan Anus Asso bebas murni setelah majelis hakim menilai dakwaan penuntut umum tidak dapat diterima karena terdakwa terbukti masih berstatus anak di bawah umur. Putusan tersebut dibacakan dalam perkara Nomor 74/Pid.B/2025/PN Wamena, Senin (15/12/2025), sekaligus menegaskan pentingnya perlindungan hak anak dalam sistem peradilan pidana.
Perkara Anus Asso mulai disidangkan pada 14 Oktober 2025 dan telah melalui 16 kali persidangan. Fokus utama persidangan diarahkan pada pembuktian usia dan identitas terdakwa yang sejak awal menjadi polemik dalam proses hukum.
Dalam surat dakwaan, penuntut umum mencantumkan Anus Asso lahir pada 19 Juni 2004 sehingga dianggap telah berusia 21 tahun. Namun, berdasarkan keterangan keluarga serta alat bukti yang diajukan penasihat hukum, terungkap bahwa Anus Asso lahir pada 10 Juli 2010 atau berusia 15 tahun saat perkara ini diproses.
Penasihat hukum dari Pengacara HAM Papua (PAHAM Papua) menyatakan kekeliruan identitas tersebut bermula sejak tahap penyidikan di Kabupaten Yahukimo. Penyidik, menurut mereka, menggunakan data identitas yang tidak sesuai, dan kesalahan tersebut berlanjut hingga penyusunan surat dakwaan oleh penuntut umum.
“Kesalahan identitas ini berdampak serius karena menentukan apakah seseorang diproses sebagai orang dewasa atau sebagai anak yang berhadapan dengan hukum,” ujar penasihat hukum PAHAM Papua dalam keterangannya.
Dalam proses pembuktian di persidangan, penuntut umum menghadirkan alat bukti berupa Kartu Keluarga dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Jayawijaya serta keterangan dokter dari Puskesmas Wamena. Sementara itu, penasihat hukum mengajukan tiga orang saksi dan dua orang saksi ahli untuk menguatkan fakta usia terdakwa.
Anus Asso sebelumnya didakwa dengan Pasal 340 juncto Pasal 55 ayat (1) huruf a KUHP, subsidiair Pasal 338 KUHP, dan lebih subsidiair Pasal 351 ayat (3) KUHP. Namun majelis hakim menilai bahwa karena subjek hukum dalam dakwaan terbukti masih anak, maka proses persidangan dengan mekanisme peradilan umum tidak dapat dilanjutkan.
Majelis menegaskan bahwa perkara tersebut seharusnya tunduk pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Atas dasar itu, dakwaan penuntut umum dinyatakan tidak dapat diterima dan terdakwa dibebaskan secara murni.
Anus Asso diketahui ditangkap pada 10 Mei 2025 di Kabupaten Yahukimo dan telah menjalani proses hukum serta penahanan selama sekitar tujuh bulan. Ia dibebaskan dari Lapas Wamena pada 15 Desember 2025 pukul 19.08 WIT. Dalam persidangan, terdakwa menyatakan menerima putusan tersebut, sementara penuntut umum menyatakan pikir-pikir.
Pengacara HAM Papua menilai putusan PN Wamena sebagai cerminan keadilan substantif sekaligus pengingat pentingnya ketelitian aparat penegak hukum sejak tahap penyidikan, terutama dalam perkara yang melibatkan anak.
“Putusan ini menegaskan bahwa negara wajib memastikan perlindungan maksimal bagi anak yang berhadapan dengan hukum dan mencegah kesalahan administratif yang dapat merampas hak-hak dasar mereka,” ujar PAHAM Papua.
Perkumpulan Pengacara Hak Asasi Manusia untuk Papua berharap putusan ini menjadi preseden penting bagi aparat penegak hukum agar lebih cermat dalam memverifikasi identitas dan usia seseorang sebelum menetapkan status hukum dan menyusun dakwaan.
Pewarta: Mersi Waromi dan Henius Asso Pengacara HAM Papua (PAHAM Papua)
| Editor : Marinus Haluka